Selasa, 28 Juni 2016

KARDUN MAKRIFAT : Terpaksa ibadah dan ibadah terpaksa

            Sudah lama Kardun memendam kecewa. Dan pada suatu hari dia tidak bisa lagi memendam kekecewaannya. Kepada merbot mesjid dia ungkapkan apa yang menjadi unek-uneknya.
            “Sebenarnya apa sih yang menghalangi orang-orang kampung kita shalat berjamaah di mesjid? Kenapa tiap shalat subuh yang datang semuanya selalu orang-orang miskin dan bodoh seperti saya ini? Kemana itu yang bergelar tokoh masarakat, orang-orang kaya,  haji, atau pun ustadz?”
            Si merbot mesjid nyengir. Tidak bisa dipungkiri, apa yang diomongkan si Kardun memang benar adanya. Di mesjidnya, tiap shalat shubuh, semua yang bergelar tokoh, haji atau pun ustadz itu tiba-tiba menghilang. Tiba-tiba mereka begitu betah shalat di rumahnya masing-masing dari pada berjamaah.  Tetapi karena menurutnya itu bukan urusannya, jadi dia menjawab saja secara diplomatis.
            “Sudah, jangan bersungut-sungut begitu, Dun. Bukankah dalam beribadah tidak ada paksaan.”
            Kardun melotot.
            “Paham dari mana itu? Siapa bilang dalam beribadah tidak ada paksaan. Ibadah itu bahkan wajib dan harus dipaksa. Titik !”
            Sekarang gantian si merbot yang bingung.
            “Masak ibadah harus dipaksa-paksa? Kamu ini ada-ada aja, Dun. Jadi tiap kali ada orang yang ga mau ibadah harus KITA paksa terus diseret-seret? Bisa-bisa KITA dikeroyok orang sekampung, Dun. Eling, Dun. Eling.”
            Kardun kian manyun. Menurutnya si merbot ini keterlaluan. Tiap hari kerja di ‘rumah’ Allah, tapi masih nggak paham juga apa maunya ‘Sang Pribumi’ yang menjadi ‘majikannya’ tersebut.
            “Sebenarnya yang disebut oleh kamu dengan sebutan KITA itu apa sih? Cuma kulit, daging, tulang dan sedikit jeroan. Kita ini Cuma bangkai. Mana bisa bangkai memaksa bangkai untuk beribadah. Jelas dong yang punya hak dan kuasa memaksa beribadah itu hanya Allah. Allah yang maha memaksa.
            “Kamu pikir karena apa Allah sampe meniupkan ruhnya ke dalam seonggok bangkai ini? Hanya untuk beribadah. Dan tidaklah aku ciptakan manusia dan jin, kecuali untuk beribadah kepadaku. Kalau kamu sampe tidak merasakan firman Allah tersebut sebagai suatu paksaan, kamu harus benerin lagi tauhid kamu. Tidak ada yang paling nikmat di dunia ini kecuali ketika kita bisa merasakan Allah sedang memaksa kita untuk beribadah kepada-Nya. Paham?”
            Si merbot kian bingung karena tidak mengerti.
            “Dimana enaknya kalau ibadah harus dengan perasaan terpaksa? Katanya ibadah harus ikhlas.”
            “Hei, manusia, kalau kita sudah bisa merasakan paksaan dari Allah, maka tidak ada lagi keterpaksaan karena kita sudah Esa dengan Allah. Paksaan dari Allah itu tidak sama seperti manusia memaksa manusia. Sebab Allah itu laisa kamitslihi syai’un. Tidak serupa dengan apa pun. Kita ini lebih bisa merasakan paksaan dari hawa napsu Dari pada paksaan dari Tuhan. Ah, sudahlah. Mau Nyuruh shalat subuh aja sampe ribet begini.”
Kardun ngibrit sebelum si merbot bertanya lagi. ***
          

Tidak ada komentar:

Posting Komentar